Senin, 10 Oktober 2011

penelitian yang mempengaruhi faktor etika profesi

Beberapa hasil penelitian di Amerika menyatakan adanya hubungan antara kualitas audit dengan proses pengadaan jasa audit, yaitu :
1. Jensen & Payne (2003) mengatakan manajer memandang proses pengadaan jasa audit sebagai suatu mekanisme untuk mengatur kualitas audit dimana jika proses pengadaan jasa audit dilaksanakan dengan baik maka kualitas audit yang dilaksanakan oleh KAP juga baik. Jensen dan Payne (2003) melalui model multi dimensional dari proses pengadaan jasa audit membuktikan bahwa mekanisme proses pengadaan yang baik, yang meliputi :
1) Prosedur proses pengadaan untuk memperoleh informasi tentang Kantor Akuntan Publik (KAP) dan biaya jasa audit.
2) Karakteristik personal dari pelaksana proses pengadaan jasa audit.
3) Karakteristik organisasi di mana keputusan proses pengadaan jasa audit dibuat, akan meningkatkan kualitas audit dan hal tersebut diperoleh dengan biaya audit yang sesuai.
Tiga dimensi dari proses pengadaan jasa audit tersebut dijabarkan oleh Jensen dan Payne (2003) dalam indikator-indikator sebagai berikut :
1) Prosedur pengadaan jasa audit terdiri dari :
a. Penawaran yang kompetitif dari para penyedia jasa audit/KAP.
b. Penggunaan kontrak multiyears dengan KAP, yang dalam pelaksanaannya dilakukan setiap tahun dan tidak lebih dari 5 tahun.
c. Pemilihan KAP lebih difokuskan pada faktor-faktor teknis daripada faktor biaya jasa audit.
2) Karakteristik personal dari pelaksana pengadaan jasa audit, terdiri dari :
a. Pejabat yang berwenang memilih KAP memiliki latar belakang akuntansi dan auditing.
b. Memiliki pemahaman terhadap kebutuhan organisasi, KAP yang terdaftar di Pasar Modal dan memiliki pemahaman terhadap proses pengadaan jasa audit.
c. Pejabat yang berwenang memilih KAP dirotasi secara periodik.
3) Karakteristik organisasi yang memerlukan jasa audit , terdiri dari komite audit yang terlibat langsung dalam proses pengadaan jasa audit dan mereview kualitas audit.
2. Raman dan Wilson (1994), menguji model proses pengadaan jasa audit dimana komite audit merupakan elemen penting dari proses pengadaan jasa audit.
3. Copley dan Doucet (1993), menemukan bukti bahwa proses pengadaan jasa audit berhubungan dengan kualitas audit yang lebih tinggi dan biaya jasa audit yang lebih rendah dengan sampel Negara-negara bagian di Amerika Serikat.
Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dengan proses pengadaan jasa audit telah dilakukan penulis pada tahun 2008, melalui survey pada emiten terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan hasil terdapat pengaruh positif proses pengadaan jasa audit terhadap kualitas audit Artinya proses pengadaan jasa audit merupakan faktor yang menentukan kualitas audit karena dalam proses pengadaan jasa audit dipertimbangkan berbagai hal yang berkaitan dengan kompetensi, pengalaman, keahlian dan pendidikan auditor secara individu maupun KAP secara keseluruhan. Dimana dalam proposal yang diajukan KAP harus juga menyertakan curiculum vitae auditor sehingga emiten bisa menilai kualitas auditor secara individu maupun KAP secara keseluruhan. Apabila proses pengadaan jasa audit ini dijalankan dengan baik maka akan terpilih KAP yang memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditetapkan emiten. Dengan demikian karena auditor dan KAP terpilih dengan kualitas yang telah memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu maka audit yang dilaksanakan KAP tersebut juga akan berkualitas.
Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Biaya Jasa Audit
Dalam kode etik akuntan Indonesia (SPAP,2001), diatur bahwa imbalan jasa professional tidak boleh bergantung pada hasil atau temuan atas pelaksanaan jasa tersebut namun beberapa hasil penelitian menemukan adanya hubungan antara kualitas audit dan biaya jasa audit, yaitu :
1. David Hay dan David Davis (2002) menyatakan bahwa biaya jasa audit merupakan salah satu factor untuk memilih tingkatan kualitas audit.
2. Wuchun, Chi (2004) menyatakan biaya jasa audit berpengaruh terhadap kualitas audit.
3. Chuntao Lie, Frank M. Song dan Sonia M.L.Wong (2005) menyatakan bahwa KAP yang lebih besar dengan biaya audit yang lebih tinggi cenderung memberikan jasa audit yang lebih berkualitas.
4. Bin Sri Nidhi dan Ferdinand A. Gul (2006) menyatakan bahwa biaya jasa adit yang tinggi merefleksikan usaha audit yang lebih tinggi dan judgement yang lebih baik.
5. Mark A. Clatworthy dan Michael J. Peel (2006) menyatakan biaya jasa audit berhubungan dengan kualitas audit.
Di Indonesia, hubungan antara kualitas audit dan biaya jasa audit telah diteliti oleh penulis dengan hasil biaya jasa audit menentukan kualitas audit yang dilakukan oleh KAP.
Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Spesialisasi Auditor di Bidang Industri Klien
Pentingnya pemahaman mengenai bisnis dan industri dari klien serta pengetahuan tentang operasi perusahaan sangat penting untuk dapat dilakukannya audit yang memadai seperti dikatakan oleh Arens, et. al. (2008:199) :
“A through understanding of the client’s business and industry and knowledge about the company’s operations are essential for doing an adequate audit. The nature of the client’s business and industry affects client business risk and the risk of material misstatements in the financial statements. The auditor uses knowledge of these risks to determine the appropriate extent of audit evidence.”

Pemahaman mengenai industri klien juga disyaratkan dalam PSA 67 (SA Seksi 318) dalam Standar Profesional Akuntan Publik / SPAP (2001:318).
Ada 3 alasan utama mengapa diperlukan pemahaman yang baik atas industri klien. Pertama, banyak industri mempunyai aturan akuntansi yang khas yang harus dipahami auditor untuk mengevaluasi apakah laporan keuangan klien sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Kedua, auditor harus dapat mengidentifikasi risiko dalam industri yang akan mempengaruhi penetapan risiko audit yang dapat diterima atau bahkan mengaudit perusahaan dalam industri tersebut dapat dibenarkan. Ketiga, terdapat risiko bawaan yang pada hakekatnya sama bagi seluruh klien dalam industri tersebut. Pemahaman risiko menolong auditor dalam mengidentifikasi risiko bawaan dari klien.
Pengetahuan mengenai industri klien dapat diperoleh dengan berbagai cara, termasuk di antaranya adalah diskusi dengan auditor yang mengaudit pada tahun-tahun sebelumnya dan dengan auditor yang sedang melakukan penugasan serupa serta pertemuan-pertemuan dengan pegawai klien. Informasi dapat diperoleh dari pedoman audit industri, teks pelajaran, dan majalah-majalah yang memuat mengenai industri. Beberapa auditor sengaja berlangganan jurnal khusus untuk memahami industri yang berkaitan dengan audit yang sedang mereka lakukan. Pengetahuan mengenai industri dapat juga diperoleh dengan mengambil bagian secara aktif dalam asosiasi industri dan program pelatihan.
Beberapa hasil penelitian yang menghubungkan kualitas audit dengan spesialisasi auditor di bidang industry klien, adalah :
1. Balsam, Krishnan dan Yang (2003) , menyatakan spesialisasi auditor di bidang industry klien berhubungan dengan kualitas audit.
2. Stein dan Cadman (2005) yang mengatakan bahwa auditor yang memiliki spesialisasi di bidang industri klien akan memberikan audit yang berkualitas.
3. Almutairi, Dunn dan Skantz (2006) yang mengatakan bahwa kualitas audit akan meningkat jika auditor yang melakukan audit tersebut memiliki spesialisasi di bidang industri klien.
Di Indonesia, penelitian yang menghubungkan antara kualitas audit dengan spesialisasi auditor di bidang industry klien telah dilakukan penulis (2008) dengan hasil besarnya pengaruh spesialisasi auditor di bidang industri klien terhadap kualitas audit sebesar 32,31% . Hasil ini dapat dijelaskan bahwa spesialisasi auditor di bidang industri klien diukur oleh indikator-indikator : pengalaman auditor dalam praktik audit, pelatihan teknis dan pengembangan profesional. Apabila auditor tersebut memiliki pengalaman dalam memeriksa suatu jenis industri klien, memperoleh pelatihan teknis dan terus menerus mengembangkan keahliannya melalui pendidikan maupun pelatihan maka auditor tersebut akan semakin berkualitas akibatnya audit yang dilakukannya juga akan semakin berkualitas.
Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Profesionalisme Akuntan Publik
Profesionalisme menurut Arens (2010 : 78) didefinisikan sebagai suatu tanggung jawab untuk berperilaku lebih dari sekedar memenuhi tanggung jawab yang dibebankan kepadanya, dan lebih dari sekedar memenuhi Undang-Undang dan peraturan masyarakat. Maksudnya adalah sebagai seorang akuntan publik yang professional, auditor harus mempunyai tanggung jawab terhadap masyarakat, klien dan terhadap rekan seprofesi, termasuk untuk berperilaku yang terhormat, sekalipun menimbulkan pengorbanan pribadi.
Profesionalisme menurut Hidayat Nur Wahid dalam Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:122), “Profesionalisme adalah semangat, paradigma, spirit, tingkah laku, ideologi, pemikiran, gairah untuk terus menerus secara dewasa (mature), secara intelek meningkatkan kualitas profesi mereka”, sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:897) “Profesionalisme adalah mutu, kualitas dan tindak tanduk yang merupakan ciri suatu profesi atau orang yang profesional”. Sikap profesional tercermin pada pelaksanaan kualitas yang merupakan karakteristik atau tanda suatu profesi atau seorang profesional. Sikap dan tindakan profesional merupakan tuntutan di berbagai bidang profesi, tidak terkecuali profesi sebagai auditor.
Auditor yang profesional dalam melakukan pemeriksaan diharapkan akan menghasilkan audit yang memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh organisasi. Profesi Profesionalisme dapat digambarkan kedalam 5 hal, yaitu (a) pengabdian terhadap profesi, (b) kewajiban sosial, (c) kemandirian, (d) keyakinan terhadap profesi, dan (e) hubungan dengan sesama profesi.
Di Indonesia, hasil penelitian yang berkaitan dengan kualitas audit dan hubungannya dengan profesionalisme akuntan public adalah :
1. Irwansyah (2010) menyatakan profesionalisme akuntan public yang makin tinggi cenderung menghasilkan audit yang makin berkualitas.
2. Hastuti dkk (2003) mengemukakan bahwa profesionalisme yang dimiliki oleh auditor secara signifikan mempunyai pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.
3. Arleen dan Yulius (2008) menyatakan profesionalisme berpengaruh positif signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
Kualitas Audit dan Hubungannya dengan Penerapan Etika Profesi Akuntan Publik
Menurut K. Banter (2001) yang dikutip oleh Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:26) “Etika secara etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang bisa dilakukan, atau ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang buruk”, sedangkan etika profesi menurut Siti Kurnia Rahayu dan Ely Suhayati (2010 : 49) adalah “Kode etik untuk profesi tertentu dan karenanya harus dimengerti selayaknya bukan sebagai etika absolut”.
Berdasarkan definisi mengenai etika dan etika profesi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa etika profesi adalah suatu tindakan yang dapat membedakan antara yang benar dan yang salah dari suatu pekerjaan yang dimiliki.
Etika profesi yang harus ditaati menurut mulyadi (2002:53) yaitu (a) tanggung jawab profesi, (b) kepentingan publik, (c) integritas, (d) objektifitas, (e) kompetensi dan kehati-hatian profesional, (f) kerahasiaan, (g) perilaku profesional, dan (h) standar teknis.
Etika berkaitan dengan pernyataan tentang bagaimana orang akan berperilaku terhadap sesamanya (Kell, Boynton, & Johnson, 2006:66). Beberapa hasil penelitian yang menghubungkan penerapan etika dengan kualitas audit adalah :
1. Amilin (2010) menyatakan bahwa penerapan etika akuntan public berpengaruh terhadap kualitas audit. Akuntan public yang memiliki kesadaran untuk selalu berperilaku secara etis berarti memiliki komitmen untuk menerapkan Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Apabila komitmen ini selalu dijaga maka pelanggaran etika profesi dapat dihindari, sehingga akuntan public lebih berkonsentrasi untuk meningkatkan kualitas auditnya.
2. M. Nizarul Alim, Hapsari dan Purwanti (2007), menyatakan bahwa etika auditor berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit.
3. Arleen Herawaty dan Yulius (2008) , menyatakan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan materialitas. Hal ini menunjukkan bahwa apabila seorang auditor patuh pada etika profrsi yang telah ditetapkan maka akan menghasilkan pertimbangan tingkat materialitas yang semakin baik
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Kualitas audit adalah pelaksanaan audit yang dilakukan sesuai standar sehingga auditor mampu mengungkapkan dan melaporkan apabila terjadi pelanggaran yang dilakukan klien Standar yang mengatur pelaksanaan audit di Indonesia adalah Standar Professional Akuntan Publik (SPAP).
2. Beberapa hasil penelitian menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit yang dilaksanakan oleh KAP adalah proses pengadaan jasa audit, biaya jasa audit, spesialisasi auditor di bidang industri klien, profesionalisme akuntan publik dan penerapan etika akuntan publik.
Saran
Dengan memperhatikan beberapa hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas audit maka untuk meningkatkan kualitas audit disarankan hal-hal sebagai berikut :
1) Bagi emiten diharapkan dapat meningkatkan proses pengadaan jasa audit dengan lebih memperhatikan panitia lelang/tender harus memiliki pemahaman terhadap kebutuhan organisasi, KAP yang terdaftar di pasar modal dan memiliki pemahaman dalam proses pengadaan jasa audit.
2) Bagi KAP diharapkan dapat meningkatkan kualitas auditnya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. KAP harus memberikan jasa tepat waktu.
b. Staf KAP bersedia membantu klien namun bukan dalam kompromi.
c. KAP selalu meningkatkan kemampuannya dengan mengikuti pelatihan teknis di bidang industri klien.
d. KAP menyediakan jasa sesuai yang dibutuhkan.
e. Mentaati semua peraturan yang ada dalam Kode Etik Profesi Akuntan Publik dalam setiap pekerjaan auditnya.
3) Bagi Institut Akuntan Publik Indonesia diharapkan membuat kebijakan yang berkaitan dengan peningkatan kualitas audit yang dihasilkan oleh KAP melalui penyelenggaran kegiatan seminar, workshop, training, penerbitan majalah/bulletin, dan kegiatan lainnya.

Kode Etik Akuntan/Accountant Ethics

Kode Etik Akuntan/Accountant Ethics
Kode etik akuntan Indonesia memuat delapan prinsip etika sebagai berikut : (Mulyadi, 2001: 53)
1. Tanggung Jawab profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
1. Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
Kepentingan utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
1. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang diambilnya.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
1. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Obyektivitasnya adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain.
Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang orang yang ingin masuk kedalam profesi. Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
1. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional dan teknik yang paling mutakhir.
Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik.
Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seharusnya tidak menggambarkan dirinya memiliki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka miliki. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
1. Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
1. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
1. Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
http://muttaqinhasyim.wordpress.com/2009/06/29/kode-etik-akuntan/

JENIS-JENIS KOPERASI

JENIS-JENIS KOPERASI

Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya.

• Koperasi Simpan Pinjam
• Koperasi Konsumen
• Koperasi Produsen
• Koperasi Pemasaran
• Koperasi Jasa

Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman.

Koperasi Konsumen Adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi

Koperasi Produsen Adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.

Koperasi Pemasaran Koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya

Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya

Fungsi : Fungsinya adalah untuk memberikan jasa keuangan dalam bentuk pinjaman kepada para anggotanya. Tentu bunga yang dipatok harus lebih renda dari tempat meminjam uang yang lain.

Dalam praktiknya, usaha koperasi disesuaikan dengan kondisi organisasi dan kepentingan anggotanya. Berdasar kondisi dan kepentingan inilah muncul jenis-jenis koperasi.

Koperasi Berdasarkan Keanggotaannya

a. Koperasi Unit Desa (KUD)
Koperasi Unit Desa adalah koperasi yang beranggotakan masyarakat pedesaan.. Koperasi ini melakukan kegiatan usaha ekonomi pedesaan, terutama pertanian. Untuk itu, kegiatan yang dilakukan KUD antara lain menyediakan pupuk, obat pemberantas hama tanaman, benih, alat pertanian, dan memberi penyuluhan teknis pertanian.

b. Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI)
Koperasi ini beranggotakan para pegawai negeri. Sebelum KPRI, koperasi ini bernama Koperasi Pegawai Negeri (KPN). KPRI bertujuan terutama meningkatkan kesejateraan para pegawai negeri (anggota). KPRI dapat didirikan di lingkup departemen atau instansi.

c. Koperasi Sekolah
Koperasi Sekolah meiliki anggota dari warga sekolah, yaitu guru, karyawan, dan siswa. Koperasi sekolah memiliki kegiatan usaha menyediakan kebutuhan warga sekolah, seperti buku pelajaran, alat tulis, makanan, dan lain-lain. Keberadaan koperasi sekolah bukan semata-mata sebagai kegiatan ekonomi, melainkan sebagai media pendidikan bagi siswa antara lain berorganisasi, kepemimpinan, tanggung jawab, dan kejujuran.
Selain tiga jenis koperasi tersebut, sesuai keanggotaannya masih banyak jenis lainnya. Misalnya koperasi yang anggotanya para pedagang di pasar dinamakan Koperasi Pasar, koperasi yang anggotanya para nelayan dinamakan Koperasi Nelayan.

SUMBER :
-http://www.koperasisyariah.com/jenis-jenis-koperasi/
-http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_22743/title_jenis-jenis-koperasi/
- http://tunas63.wordpress.com/2008/11/24/macamjenis-koperasi/

D. Jenis-jenis Koperasi menurut UU Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian
Koperasi secara umum dapat dikelompokkan menjadi koperasi konsumen, koperasi produsen dan koperasi kredit (jasa keuangan). Koperasi dapat pula dikelompokkan berdasarkan sektor usahanya.
• Koperasi Simpan Pinjam
• Koperasi Konsumen
• Koperasi Produsen
• Koperasi Pemasaran
• Koperasi Jasa
Koperasi Simpan Pinjam Adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman
Koperasi Konsumen Adalah koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi
Koperasi Produsen Adalah koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
Koperasi Pemasaran Koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya
Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.
E. Sumber Modal Koperasi
Seperti halnya bentuk badan usaha yang lain, untuk menjalankan kegiatan usahanya koperasi memerlukan modal. Adapun modal koperasi terdiri atas modal sendiri dan modal pinjaman.
modal sendiri meliputi sumber modal sebagai berikut:
• Simpanan Pokok
Simpanan pokok adalah sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota kepada koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Simpanan pokok tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi. Simpanan pokok jumlahnya sama untuk setiap anggota.
• Simpanan Wajib
Simpanan wajib adalah jumlah simpanan tertentu yang harus dibayarkan oleh anggota kepada koperasi dalam waktu dan kesempatan tertentu, misalnya tiap bulan dengan jumlah simpanan yang sama untuk setiap bulannya. Simpanan wajib tidak dapat diambil kembali selama yang bersangkutan masih menjadi anggota koperasi.
• Simpanan khusus/lain-lain misalnya:Simpanan sukarela (simpanan yang dapat diambil kapan saja), Simpanan Qurba, dan Deposito Berjangka.
• Dana Cadangan
Dana cadangan adalah sejumlah uang yang diperoleh dari penyisihan Sisa Hasil usaha, yang dimaksudkan untuk pemupukan modal sendiri, pembagian kepada anggota yang keluar dari keanggotaan koperasi, dan untuk menutup kerugian koperasi bila diperlukan.
• Hibah
Hibah adalah sejumlah uang atau barang modal yang dapat dinilai dengan uang yang diterima dari pihak lain yang bersifat hibah/pemberian dan tidak mengikat.
adapun modal pinjaman koperasi berasal dari pihak-pihak sebagai berikut:
• Anggota dan calon anggota
• Koperasi lainnya dan/atau anggotanya yang didasari dengan perjanjian kerjasama antarkoperasi
• Bank dan Lembaga keuangan bukan banklembaga keuangan lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perudang-undangan yang berlaku
• Penerbitan obligasi dan surat utang lainnya yang dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
• Sumber lain yang sah
Sumber: Fauzi Muhammad, M.Ag

Pengertian Koperasi, Prinsip, Peran, dan Manfaat Koperasi

Pengertian Koperasi, Prinsip, Peran, dan Manfaat Koperasi

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau badan hukum yang berlandaskan pada asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Kegiatan usaha koperasi merupakan penjabaran dari UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Dengan adanya penjelasan UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) koperasi berkedudukan sebagai soko guru perekonomian nasional dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem perekonomian nasional.
Sebagai salah satu pelaku ekonomi, koperasi merupakan organisasi ekonomi yang berusaha menggerakkan potensi sumber daya ekonomi demi memajukan kesejahteraan anggota. Karena sumber daya ekonomi tersebut terbatas, dan dalam mengembangkan koperasi harus mengutamakan kepentingan anggota, maka koperasi harus mampu bekerja seefisien mungkin dan mengikuti prinsipprinsip koperasi dan kaidah-kaidah ekonomi.
Prinsip Koperasi
Di dalam Undang-Undang RI No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian disebutkan pada pasal 5 bahwa dalam pelaksanaannya, sebuah koperasi harus melaksanakan prinsip koperasi.
Berikut ini beberapa prinsip koperasi.
1) Keanggotaan koperasi bersifat sukarela dan terbuka.
2) Pengelolaan koperasi dilakukan secara demokratis.
3) Sisa hasil usaha (SHU) yang merupakan keuntungan dari usaha yang dilakukan oleh koperasi dibagi berdasarkan besarnya jasa masing-masing anggota.
4) Modal diberi balas jasa secara terbatas.
5) Koperasi bersifat mandiri.

Fungsi dan Peran Koperasi
Sebagaimana dikemukakan dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992, fungsi dan peran koperasi di Indonesia seperti berikut ini.
1) Membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial Potensi dan kemampuan ekonomi para anggota koperasi pada umumnya relatif kecil. Melalui koperasi, potensi dan kemampuan ekonomi yang kecil itu dihimpun sebagai satu kesatuan, sehingga dapat membentuk kekuatan yang lebih besar. Dengan demikian koperasi akan memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial masyarakat pada umumnya dan anggota koperasi pada khususnya.
2) Turut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat Selain diharapkan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi para anggotanya, koperasi juga diharapkan dapat memenuhi fungsinya sebagai wadah kerja sama ekonomi yang mampu meningkatkan kualitas kehidupan manusia dan masyarakat pada umumnya. Peningkatan kualitas kehidupan hanya bisa dicapai koperasi jika ia dapat mengembangkan kemampuannya dalam membangun dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi anggota-anggotanya serta masyarakat disekitarnya.
3) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional Koperasi adalah satu-satunya bentuk perusahaan yang dikelola secara demokratis. Berdasarkan sifat seperti itu maka koperasi diharapkan dapat memainkan peranannya dalam menggalang dan memperkokoh perekonomian rakyat. Oleh karena itu koperasi harus berusaha sekuat tenaga agar memiliki kinerja usaha yang tangguh dan efisien. Sebab hanya dengan cara itulah koperasi dapat menjadikan perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional.
4) Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi Sebagai salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian Indonesia, koperasi mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan perekonomian nasional bersama-sama dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Namun koperasi mempunyai sifat-sifat khusus yang berbeda dari sifat bentuk perusahaan lainnya, maka koperasi menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem perekonomian Indonesia. Dengan demikian koperasi harus mempunyai kesungguhan untuk memiliki usaha yang sehat dan tangguh, sehingga dengan cara tersebut koperasi dapat mengemban amanat dengan baik.
Manfaat Koperasi
Berdasarkan fungsi dan peran koperasi, maka manfaat koperasi dapat dibagi menjadi dua bidang, yaitu manfaat koperasi di bidang ekonomi dan manfaat koperasi di bidang sosial.
Manfaat Koperasi di Bidang Ekonomi
Berikut ini beberapa manfaat koperasi di bidang ekonomi.
a) Meningkatkan penghasilan anggota-anggotanya. Sisa hasil usaha yang diperoleh koperasi dibagikan kembali kepada para anggotanya sesuai dengan jasa dan aktivitasnya.
b) Menawarkan barang dan jasa dengan harga yang lebih murah. Barang dan jasa yang ditawarkan oleh koperasi lebih murah dari yang ditawarkan di toko-toko. Hal ini bertujuan agar barang dan jasa mampu dibeli para anggota koperasi yang kurang mampu.
c) Menumbuhkan motif berusaha yang berperikemanusiaan. Kegiatan koperasi tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi melayani dengan baik keperluan anggotanya.
d) Menumbuhkan sikap jujur dan keterbukaan dalam pengelolaan koperasi. Setiap anggota berhak menjadi pengurus koperasi dan berhak mengetahui laporan keuangan koperasi.
e) Melatih masyarakat untuk menggunakan pendapatannya secara lebih efektif dan membiasakan untuk hidup hemat.
Manfaat Koperasi di Bidang Sosial
Di bidang sosial, koperasi mempunyai beberapa manfaat berikut ini.
a) Mendorong terwujudnya kehidupan masyarakat damai dan tenteram.
b) Mendorong terwujudnya aturan yang manusiawi yang dibangun tidak di atas hubungan-hubungan kebendaan tetapi di atas rasa kekeluargaan.
c) Mendidik anggota-anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dan semangat kekeluargaan