A. Pendahuluan
Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 menjelaskan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, yang diutamakan adalah kemakmuran masyarakat, bukan hanya orang-seorang saja. Oleh sebab itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan. Koperasi adalah salah satu contoh dari pasal ini. Amanat tersebut ditetapkan kembali dalam Sidang Tahunan MPR tahun 2000 yang menghapus asas kekeluargaan dan menggantinya dengan keadilan, efisiensi, demokrasi ekonomi. Ini berarti koperasi tidak lagi mengedepankan asas kekeluargaan, tetapi keadilan, efisiensi dan demokrasi ekonomi, yang berarti mengutamakan profesionalisme. Amanat ini belum ditindaklanjuti dengan legalitas yang lain yang dapat memperkuat pelaksanaan amanat tersebut. Hal ini akan memperkuat cirri khas Indonesia sebagai Negara Hukum.
Dihapuskannya penjelasan pasal tentang kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan pada kemakmuran orang-seorang, dapat berdampak pada bergesernya kepentingan ekonomi bersama menjado kepentingan ekonomi perseorangan, misalnya pengurus koperasi atau bahkan hanya Ketua Koperasi saja. Apabila terjadi dominasi kepentingan pihak-pihak tertentu dalam koperasi, Badan Pengawas Koperasi memang seharusnya berfungsi seefektif mungkin sebagai pengendali dominasi kepentingan tersebut. Walaupun dalam UUD 1945 terjadi perubahan arah, tetapi UU No.25/1992 tentang Pengkoperasian masih tetap menjadi landasan gerak koperasi di Indonesia. UU No.25/1992 Pasal 1 Ayat 1 menetapkan “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang seorang atau badan hokum koperasi, dengan melandaskan kegiatanyya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai ekonomi rakyat yang berdasar atas kekeluargaan”. Jadi, asas kekeluargaan masih berlaku sehingga amanat MPR tahun 2000 perlu diselaraskan dengan UU No.25/1992, atau perlu disusun UU Koperasi baru yang sesuai.
B. Konsep Koperasi
1. Konsep Koperasi Barat
Koperasi merupakan organisasi swasta, yang dibentuk secara sukarela oleh orang-orang yang mempunyai persamaan kepentingan, dengan maksud mengurusi kepentingan para anggotanya serta menciptakan keuntungan timbal balik bagi anggota koperasi maupun perusahaan koperasi.
Unsur-unsur Positif Konsep Koperasi Barat
• Keinginan individu dapat dipuaskan dengan cara bekerjasama antar sesama anggota, dg saling membantu dan saling menguntungkan
• Setiap individu dg tujuan yang sama dapat berpartisipasi untuk mendapatkan keuntungan dan menanggung risiko bersam.
• Hasil berupa surplus/keuntungan didistribusikan kepada anggota sesuai dengan metode yang telah disepakati.
• Keuntungan yang belum didistribusikan akan dimasukkan sebagai cadangan koperasi
2. Konsep Koperasi Sosialis
Koperasi direncanakan dan dikendalikan oleh pemerintah dan dibentuk dengan tujuan merasionalkan produksi, untuk menunjang perencanaan nasional.
Menurut konsep ini, koperasi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan subsistem dari sistem sosialisme untuk mencapai tujuan-tujuan sistem sosialis-komunis
3. Konsep Koperasi Negara Berkembang
Koperasi sudah berkembang dengan ciri tersendiri, yaitu dominasi campur tangan pemerintah dalam pembinaan dan pengembangannya. Perbedaan dengan Konsep Sosialis, pada konsep Sosialis, tujuan koperasi untuk merasionalkan faktor produksi dari kepemilikan probadi ke pemilikan kolektif sedangkan konsep koperasi negara berkembang, tujuan koperasi adalah meningkatkan kondisi sosial ekonomi
C. Aliran Koperasi
1. Aliran Yardstick
• Dijumpai pada negara-negara yang berideologi kapitalis atau yang menganut perekonomian Liberal.
• Koperasi dapat menjadi kekuatan untuk mengimbangi, menetralisasikan dan mengoreksi
• Pemerintah tidak melakukan campur tangan terhadap jatuh bangunnya koperasi di tengah tengah masyarakat. Maju tidaknya koperasi terletak di tangan anggota koperasi sendiri
• Pengaruh aliran ini sangat kuat, terutama dinegara-negara barat dimana industri berkembang dg pesat. Spt di AS, Perancis, Swedia, Denmark, Jerman, Belanda dll.
2. Aliran Sosialis
• Koperasi dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mencapai kesejahteraan masyarakat, disamping itu menyatukan rakyat lebih mudah melalui organisasi koperasi.
• Pengaruh aliran ini banyak dijumpai di negara-negara Eropa Timur dan Rusia
3. Aliran Persemakmuran (Commonwealth)
• Koperasi sebagai alat yang efisien dan efektif dalam meningkatkan kualitas ekonomi masyarakat.
• Koperasi sebagai wadah ekonomi rakyat berkedudukan strategis dan memegang peranan utama dalam struktur perekonomian masyarakat
• Hubungan Pemerintah dengan gerakan koperasi bersifat “Kemitraan (partnership)”, dimana pemerintah bertanggung jawab dan berupaya agar iklim pertumbuhan koperasi tercipta dengan baik.
“Kemakmuran Masyarakat Berdasarkan Koperasi” karangan E.D. Damanik
Membagi koperasi menjadi 4 aliran atau schools of cooperatives berdasarkan peranan dan fungsinya dalam konstelasi perekonomian negara, yakni :
• Cooperative Commonwealth School
Aliran ini merupakan cerminan sikap yang menginginkan dan memperjuangkan agar prinsip-prinsip koperasi diberlakukan pada bagian luas kegiatan manusia dan lembaga, sehingga koperasi memberi pengaruh dan kekuatan yang dominan di tengah masyarakat.School of Modified
• Capitalism (Schooll Yardstick)
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai suatu bentuk kapitalisme, namun memiliki suatu perangkat peraturan yang menuju pada pengurangan dampak negatif dari kapitalis
• The Socialist School
Suatu paham yang menganggap koperasi sebagai bagian dari sistem sosialis
• Cooperative Sector School
Paham yang menganggap filsafat koperasi sebagai sesuatu yang berbeda dari kapitalisme maupun sosialisme, dan karenanya berada di antara kapitalis dan sosialis.
D. Lahirnya Koperasi
Koperasi modern yang berkembang dewasa ini lahir pertama kali di Inggris, yaitu di Kota Rochdale pada tahun 1844. Koperasi timbul pada masa perkembangan kapitalisme sebagai akibat revolusi industri. Pada awalnya, Koperasi Rochdale berdiri dengan usaha penyediaan barang-barang konsumsi untuk keperluan sehari-hari. Akan tetapi seiring dengan terjadinya pemupukan modal koperasi, koperasi mulai merintis untuk memproduksi sendiri barang yang akan dijual. Kegiatan ini menimbulkan kesempatan kerja bagi anggota yang belum bekerja dan menambah pendapatan bagi mereka yang sudah bekerja. Pada tahun 1851, koperasi tersebut akhirnya dapat mendirikan sebuah pabrik dan mendirikan perumahan bagi anggota-anggotanya yang belum mempunyai rumah.
Perkembangan koperasi di Rochdale sangat memengaruhi perkembangan gerakan koperasi di Inggris maupun di luar Inggris. Pada tahun 1852, jumlah koperasi di Inggris sudah mencapai 100 unit. Pada tahun 1862, dibentuklah Pusat Koperasi Pembelian dengan nama The Cooperative Whole Sale Society (CWS). Pada tahun 1945, CWS berhasil mempunyai lebih kurang 200 pabrik dengan 9.000 orang pekerja. Melihat perkembangan usaha koperasi baik di sektor produksi maupun di sektor perdagangan, pimpinan CWS kemudian membuka perwakilan-perwakilan di luar negeri seperti New York, Kepenhagen, Hamburg, dan lain-lain.
Pada tahun 1876, koperasi ini telah melakukan ekspansi usaha di bidang transportasi, perbankan, dan asuransi. Pada tahun 1870, koperasi tersebut juga membuka usaha di bidang penerbitan, berupa surat kabar yang terbit dengan nama Cooperative News.
The Women’s Coorporative Guild yang dibentuk pada tahun 1883, besar pengaruhnya terhadap perkembangan gerakan koperasi, disamping memperjuangkan hak-hak kaum wanita sebagai ibu rumah tangga, warga negara, dan sebagai konsumen. Beberapa tahun kemudian, koperasi memulai kegiatan di bidang pendidikan dengan menyediakan tempat membaca surat kabar dan perpustakaan. Perpustakaan koperasi merupakan perpustakaan bebas pertama di Inggris, sekaligus digunakan untuk tempat berbagai kursus dan pemberantasan buta huruf. Kemudian Women Skill Guild Youth Organization membentuk sebuah pusat yaitu Cooperative Union. Pada tahun 1919, didirikanlah Cooperative Collage di Manchaster yang merupakan lembaga pendidikan tinggi koperasi pertama.
Revolusi industri di Prancis juga mendorong berdirinya koperasi. Untuk mampu menghadapi serangan industri Inggris, Prancis berusaha mengganti mesin-mesin yang digunakan dengan mesin-mesin modern yang berakibat pada peningkatan pengangguran. Kondisi inilah yang mendorong munculnya pelopor-pelopor koperasi di Prancis seperti Charles Fourier dan Louis Blanc.
Charles Fourier (1772-1837) menyusun suatu gagasan untuk memperbaiki hidup masyarakat dengan fakanteres, suatu perkumpulan yang terdiri dari 300 sampai 400 keluarga yang bersifat komunal. Fakanteres dibangun di atas tanah seluas lebih kurang 3 mil yang akan digunakan sebagai tempat tinggal bersama, dan dikelilingi oleh tanah pertanian seluas lebih kurang 150 hektar. Di dalamnya terdapat juga usaha-usaha kerajinan dan usaha lain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pengurus perkampungan ini dipilih dari para anggotanya. Cita-cita Fourier tidak berhasil dilaksanakan karena pengaruh liberalisme yang sangat besar pada waktu itu.
Lois Blanc (1811-1880) dalam bukunya Organization Labour menyusun gagasannya lebih konkrit, dengan mengatakan bahwa persaingan merupakan sumber keburukan ekonomi, kemiskinan, kemerosotan moral, kejahatan, krisis industri, dan pertentangan nasional. Untuk mengatasinya, perlu didirikan social work-shop (etelier socialux). Dalam perkumpulan ini, para produsen perorangan yang mempunyai usaha yang sama disatukan. Dengan demikian, perkumpulan ini mirip dengan koperasi produsen. Pada tahun 1884, kaum buruh di Perancis menuntut pemerintah untuk melaksanakan gagasan Lois Blanc untuk mendirikan koperasi, tetapi koperasi ini kemudian bangkrut.
Di samping negara-negara tersebut, koperasi juga berkembang di Jerman yang dipelopori Ferdinan Lasalle, Friedrich W. Raiffesen (1818-1888), dan Herman Schulze (1803-1883) di Denmark dan sebagainya.
Dalam perjalanan sejarah, koperasi tumbuh dan berkembang ke seluruh dunia di samping badan usaha lainnya. Setengah abad setelah pendirian Koperasi Rochdale, seiring dengan berkembangnya koperasi di berbagai negara, para pelopor koperasi sepakat untuk membentuk International Cooperative Alliance (ICA-Persekutuan Koperasi Internasional) dalam Kongres Koperasi Internasional yang pertama pada tahun 1896, di London. Dengan terbentuknya ICA, maka koperasi telah menjadi suatu gerakan internasional.
E. Sejarah Perkembangan Koperasi di Indonesia
Menurut Sukaco dalam bukunya “Seratus Tahun Koperasi di Indonesia”, badan hokum koperasi pertama di Indonesia adalh sebuah koperasi di Leuwiliang, yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895.
Pada saat itu, Raden Ngabei Ariawiriaatmadja, Patih Purwokerto, bersama kawan-kawan, telah mendirikan Bank Simpan-Pinjam untuk menolong sejawatnya para pegawai negeri pribumi melepaskan diri dari cengkraman pelepas uang, yang merajalela di kala itu. Bank Simpan-Pinjam tersebut semacam Bank Tabungan. Jika dipakai istilah UU No.14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, diberi nama “De Poerwokertosche Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Hoofden” yang artinya Bank Simpan Pinjam para ‘pritayi’ Purwokerto. Para pegawai pemerintah colonial Belanda biasa disebut ‘priyayi’. Gebrakan Patih Wiriaatmadja ini didukung penuh oleh Asisten Residen Purwokerto, E. Sieburg, atasan sang patih.
E. Sieburg diganti oleh WPD de Wolf van Westerode dengan konsep koperasi Raiffeisen yang brtujuan untuk menyediakan kredit bagi petani. Pada tahun 1896 berdiriliah “De Poerwokertosche Hulp, Spaar en Landbouw Creditbank” atau Bank Simpan Pinjam dan Kredit Pertanian Purwokerto. Dalam mewujudkan gagasan koperasi tersebut, maka didirikanlah Lumbung-Lumbung Desa Purwokerto, yaitu lembaga simpan-pinjam para petani dalam bentuk bukan uang, namun in-natura (simpan padi, pinjam uang).
Indonesia baru mengenal perundang-undangan koperasi pada tahun 1915, yaitu ditebitkannya “Verordening op de Cooperative Vereninging”, Kononklijk besluit 7 April 1915, Indisch Staatsblad No. 431. Jadi, karena perundang-undangan koperasi baru ada pada tahun 1915, maka pada tahun 1895 badan hokum koperasi belum dikenal di Indonesia.
Pada tahun 1927 dikeluarkan Regeling Inlandsche Cooperative Vereenigingen (sebuah peraturan tentang Koperasi khusus berlaku bagi golongan bumi putra). Untuk menguatkan peraturan tersebut, pada tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi, dipimpin oleh Prof. J.H Boeke. Sejak lahirnya, Jawatan Koperasi (1930 – 1934) masuk dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri (BB). Tahun 1935, Jawatan Koperasi dipindahkan ke Departemen Kehakiman (EZ).
Pada tanggal 12 Juli 1947, diadakan kongres gerakan koperasi se-Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI), dan menjadikan 12 Juli sebagai Hari Koperasi , menganjurkan diadakannya pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai, dan masyarakat.
pada tahun 1967, Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.12tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian yang mulai berlaku pada tanggal 18 Desember 1967. Dengan berlakunya UU ini, semua koperasi wajub menyesuaikan diri dan dilakukan penertiban organisasi koperasi. Terjadi penurunan jumlah koperasi setelah dikeluarkannya UU tersebut. Pada tahun 1992, UU tersebut disemperunakan dan diganti menjadi UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Di samping UU No.25 tersebut, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 tentang Kegiatan Usaha Simpan Pinjam oleh Koperasi. Peraturan pemerintah tersebut juga sekaligus memperjelas kedudukan koperasi dalam usaha jasa keuangan, yang membedakan koperasi bergerak di sector moneter dan sector riil.
Fungsi Koperasi dalam pasal 4 UU No. 25 Tahun 1992 tentang Pengkoperasian:
1. Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosialnya
2. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan masyarakat manusia.
3. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokogurunya.
4. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama bersdasar atas asa kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Selama ini koperasi diharapkan mampu berperan sebagai soko guru perekonomian Indonesia, tetapi dalam perjalanannya, untuk menyejahterakan anggotanya saja, koperasi sudah kesulitan. Hal ini terjadi karena tantangan-tantangan berat yang selalu melilit koperasi Indonesia. Tidak dapat dipungkiri, bahwa saat ini perkembangan pasar yang begitu cepat dan kompetitif. Koperasi hadir di tengah-tengah persaingan tersebut, persaingan dengan usaha-usaha lain yang memiliki permodalan dan manajemen yang baik.
Persaingan itu menjadi tidak seimbang, bila dikaitkan dengan kondisi koperasi Indonesia saat ini. Koperasi saat ini merupakan badan usaha yang berbasis pada masyarakat golongan ekonomi lemah dan minimnya sumber daya manusia yang dimiliki (Retnowati, 2009).
Sehingga sangatlah tepat jika kita memberikan perhatian lebih pada koperasi, dengan maksud mengoptimalkan koperasi untuk menyejahterakan anggotanya dan menjadi soko guru perekonomian nasional di tengah-tengah persaingan yang semakin keras.
Pertama yang harus dilakukan ialah menciptakan kelembagaan koperasi yang profesional. Hendaknya koperasi diurus oleh orang-orang yang profesional, sehingga Pemerintah perlu mengadakan pelatihan dan pendidikan bagi pengurus Koperasi di Indonesia. Tujuannya untuk menciptakan pengurus yang profesional dan mampu memberdayakan koperasi.
Kedua, penyertaan modal bagi koperasi. Selama ini koperasi amat sulit untuk mencari permodalan dari lingkungan eksternal. Karena selalu dipersepsikan sebagai usaha arus ekonomi bawah, persepsi ini membuat perbankan sulit mengucurkan dana bagi koperasi dan akhirnya koperasi hanya mengandalkan modal internalnya saja. Perbankan lebih memilih untuk menyalurkan dana ke perusahaan-perusahaan swasta. Sehingga perlu ada upaya untuk menyehatkan keuangan koperasi, memberikan kemudahan kredit bagi koperasi dan menerapkan suku bunga yang murah.
Bila kita memperbincangkan koperasi, maka kita tidak lepas dari sosok pejuang dan pendiri bangsa yaitu Bung Hatta. Bung Hatta merupakan sosok yang sangat gigih memperjuangkan koperasi, sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Bung Hatta mengatakan, bahwa cita-cita koperasi Indonesia ialah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental (dalam Swasono & Ridjal, 1992). Sehingga, esensinya koperasi Indonesia harus dimaknai untuk menciptakan masyarakat yang kolektif, berdasarkan sifat asli Indonesia, yaitu gotong-royong dan kekeluargaan.
Nilai-nilai gotong-royong inilah yang menjadi ciri kekuatan utama dari koperasi. Gotong-royong merupakan ciri yang melekat dalam budaya bangsa kita, yaitu adanya kondisi sosial yang saling bantu-membantu dan bekerja sama. Hal ini sudah cukup lama, dan saya rasa sudah mendarah daging dalam setiap denyut kehidupan bangsa Indonesia.
Selain itu, gotong-royong merupakan satu prinsip milik bangsa Indonesia dan tumbuh harmonis disela-sela kehidupan masyarakat Indonesia. Optimisme kita akan semangat gotong-royong ialah bersumber dari nilai-nilai Pancasila.
Bung Karno pernah berkata bahwa dari lima sila Pancasila jika diperas maka akan menjadi Tri Sila yaitu, socio-nationalisme, socio-democratie, dan ke-Tuhanan. Dari Tri Sila tersebut jika diperas lagi maka akan menjadi satu perkataan yaitu gotong-royong, dan gotong-royong adalah dasar dari semua sila Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar