Sabtu, 27 Maret 2010

Indonesia Di Ambang Bencana Akibat Pemanasan Global

Pemanasan Global sudah kita alami saat ini. Udara panas dan gerah sudah kita rasakan setiap hari. Perubahan iklim yang terjadi telah merubah pola musim panas menjadi semakin panjang, semakin panas dan kering sebagian akibat pengaruh el nino. Sejak era industri, suhu rata-rata permukaan bumi sudah naik setidaknya hampir mencapai 1 derajat Celcius sampai saat ini.

Naiknya suhu permukaan Bumi terjadi akibat Efek Rumah Kaca, yaitu terperangkapnya udara panas dari radiasi matahari yang tertahan oleh akumulasi lapisan Gas Rumah Kaca (terdiri dari CO2, metana, N2O), yang seharusnya dipantulkan/dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Aktivitas manusia di bidang transportasi, energi listrik, peternakan, sampah, kebakaran hutan dan sebagainya menyumbang 90 % penumpukan Gas Rumah Kaca di atmosfir Bumi.

Sejak tahun 2004 setidaknya sudah 42 persen es di kutub utara semakin menipis dan mencair di setiap musim panasnya, demikian laporan beberapa ilmuwan di lembaga antariksa AS, NASA seperti tertulis pada KOMPAS.com Selasa 21 Juli 2009.

Melalui laporan yang dikirim pesawat antariksa ICESat yang digunakan NASA, para ilmuwan menggambarkan, secara keseluruhan es Laut Kutub Utara menipis sebanyak 7 inci (17.78 centimeter) per tahun sejak tahun 2004, sebanyak 2,2 kaki (0,67meter) selama empat musim dingin. Temuan dilaporkan pada ”Journal of Geophysical Research- Ocean“. Tanpa lapisan es, perairan gelap Laut Kutub Utara lebih mudah menyerap panas sinar Matahari dan bukan memantulkannya sebagaimana terjadi pada es yang berwarna cerah, sehingga mempercepat Dampak Pemanasan Global. Dampak lain adalah potensi terlepasnya gas metana beku yang ada di dasar laut sebanyak 400 milyar ton akan menjadikan Pemanasan Global semakin tidak terkendali.

Es Kutub Utara merupakan salah satu faktor yang menentukan pada pola cuaca dan iklim global, karena perbedaan antara udara dingin di kedua kutub Bumi dan udara hangat di sekitar Khatulistiwa menggerakakan arus udara dan air, termasuk arus yang memancar.

Bagaimana dengan Lapisan Es di Kutub Selatan ? Beberapa ilmuwan Selandia Baru telah memperingatkan bahwa Kutub Selatan mencair lebih cepat dari perkiraan. Profesor Peter Barrett dari Antarctic Research Center, Victoria University mengatakan, jumlah es yang hilang mencapai 75 persen sejak tahun 1996. “Hilangnya es global dari Greenland, Antartika dan gletser lain menunjukkan permukaan air laut akan naik antara 80 centimeter dan 2 meter sampai tahun 2100″, kata Barrett. Pada tahun 2008 Mark Lynas memprediksi kondisi yang lebih ekstrim jika kenaikan suhu Bumi lebih dari 2,7 derajat Celcius pencairan es akan menaikkan level air laut hingga 6 meter.

Studi terbaru yang dimuat di Journal of Climate American Meteorogical Society’s melaporkan bahwa: “Temperatur rata-rata permukaan naik 9,3 derajat Fahrenheit (5,2 derajat Celcius) sampai 2100″, kata beberapa ilmuwan di Massasuchusetts Institute of Technology (MIT), dibandingkan studi tahun 2003 yang memperkirakan suhu permukaan rata-rata 4,3 derajat fahrenheit (2,4 derajat Celcius).

Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia ? Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Tentu mudah ditebak akan banyak pulau-pulau kecil yang akan hilang dan tenggelam serta pulau besarnya akan kehilangan kota pesisir dan secara keseluruhan luas daratan akan mengecil. Jika tidak ada tekad dan tindakan aktif dari pemerintah beserta seluruh komponen masyarakat untuk menurunkan atau mereduksi emisi Gas Rumah Kaca, maka pada tahun 2030, kita akan kehilangan sekitar 2000 pulau kecil.

Akibat selanjutnya adalah penduduk harus pindah atau mengungsi, bencana alam akan semakin sering terjadi seperti: kekeringan yang akan semakin parah mengakibatkan musibah gagal panen dan kebakaran, curah hujan semakin ekstrim menyebabkan musibah banjir dan longsor, petani/nelayan akan kehilangan mata pencaharian karena perubahan iklim semakin sulit diprediksi, produk makanan semakin langka mengakibatkan terjadi bencana kelaparan, wabah penyakit akan semakin beragam dan meluas.

Pada skala dunia, setidaknya ada 14 negara pulau seperti Sychelles di Samudera Pasifik dan Maladewa di Samudera Hindia akan tenggelam hilang dari peta dunia. Selain hal-hal tersebut diatas terjadi, kenaikan suhu rata-rata Bumi 2 derajat celcius saja (diperkirakan terjadi tahun 2050), sudah akan membuat Perubahan Iklim semakin kacau, hujan badai angin topan, kekeringan akan semakin sering terjadi, sebanyak 20 sampai dengan 30 persen spesies tumbuhan beserta hewan akan musnah, terutama yang gagal beradaptasi terhadap Perubahan Iklim yang terjadi. Contoh nyata yang akan kita lihat adalah keberadaan beruang kutub yang mungkin tinggal menunggu waktu akan semakin langka dan bahkan akan musnah. Apalagi jika benar-benar suhu permukaan rata-rata akan terjadi sekitar 5,2 derajat Celcius, sungguh hal ini akan mengancam 70 sampai dengan 80 persen musnahnya tumbuhan dan mahluk hidup di bumi, semua hewan termasuk manusia tanpa kecuali.

Akankah kita tetap berpangku tangan, membiarkan bencana akibat Pemanasan Global (Global Warming) terjadi ? Ayo sesama warga Bumi, kita harus lebih peduli dengan keadaan Bumi yang semakin renta, yang harus kita rawat, kita jaga dan kita sayangi.

Mulai hari ini kita: Sayangi Bumi, Ayo tanam pohon hari ini (Public Blog Kompasiana, 5 Juni 2009). Kita dukung program gerakan menanam pohon secara massal (GO GREEN) ataupun program menanam pohon: satu orang satu pohon (ONE MAN ONE TREE), agar konsentrasi CO2 semakin berkurang secara signifikan. Hutan tropis kita harus dijaga, cegah pembalakan liar dan kebakaran hutan, hijaukan kembali hutan-hutan yang sudah rusak atau gundul.

Ayo kita kurangi konsumsi daging pada pola makan kita ! Dengan mengurangi makan daging seminggu sekali saja kita sudah membantu Gerakan Sayangi Bumi 7,6 kali lebih cepat dibandingkan gerakan hemat energi skala rumah tangga dalam setahun ! Industri peternakan menyumbang 9 % CO2, 65 % N2O dan 37 % NH4 (metana). Perlu diketahui efek rumah kaca N20 adalah 296 kali CO2, sedangkan metana adalah 25 kali CO2. Data PBB mencatat industri peternakan adalah penyumbang Gas Rumah Kaca penyebab Pemanasan Global terbesar, yaitu 18 % (lebih besar dari gabungan buangan emisi kendaraan motor sedunia yang berjumlah 13,5 %), oleh karenanya harus dikurangi dan bekas lahannya dijadikan untuk pertanian/perkebunan untuk meningkatkan ketahanan pangan manusia (bukan untuk industri peternakan) atau dihutankan kembali.

Ayo kita lakukan penghematan air, listrik, kertas, plastik dan benda lain yang dipergunakan sehari-hari. Hemat pemakaian bahan bakar fosil untuk kendaraan, kalau memungkinkan ganti dengan sumber energi yang bisa diperbarui serta ramah lingkungan, seperti biofuel. Kita optimalkan pemanfaatan energi yang ramah lingkungan dari alam seperti sinar matahari, angin dan air (mikrohidro) atau pun energi panas bumi.

Waktu semakin mendesak, jangan warisi keadaan Bumi yang semakin sakit kepada anak cucu kita, ayo bersama-sama kita lakukan gerakan: Sayangi Bumi, Hentikan Pemanasan Global ! Wujudkan Gerakan Sayangi Bumi dalam kehidupan sehari-hari dimulai dari diri dan keluarga sendiri, lalu kita tularkan pada lingkungan yang lebih luas agar Bumi bisa terbebas dari ‘sakit’ akibat Pemanasan Global.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar